Sebuah Kemandirian

"Bunda Arkaan ga mau ambil krayon, Bunda aja" kata Arkaan.
"Qila juga ga mau ambil" Qila ikutan.
"Kan Arkaan dan Qila yang mau menggambar, buka Bunda. Sebaliknya Arkaan dan Aqila ambil krayon sendiri. Kan sudah besar" kata saya.

Mereka tetap tidak mengambil krayon. Masih menunggu saya untuk mengambilkannya. Saya tahu, itu cara mereka untuk meminta perhatian. Namun, jadinya mereka tidak mandiri. Hal sepele saja tidak mau. Akhirnya saya mendongeng ke Arkaan dan Aqila.

***
Keluarga Laba-laba

Suatu pagi, anak laba-laba bernama Cito bermalas-malasan di dekat pohon. Sang Ayah mengajak. Cito untuk naik ke atas pohon dan membuat jaring-jaring di dekat buah apel. Cito menolak Ayahnya.

"Cito ingin Ayah yang membuat jaring-jaring untuk Cito" begitu kata Cito.
"Cito harus bisa membuat jaring-jaring sendiri ya" kata Ibu.
"Cito ingin Ayah yang membuatnya!" Cito memaksa ke Ayah. Akhirnya Ayah memenuhi permintaan Cito. Karena Ayah sedang kurang sehat, saat Ayah naik ke pohon, Ayah terpeleset dan jatuh menggantung ke bawah.
"Cito maaf ya, Ayah tidak mampu memenuhi permintaan Cito" kata Ayah.
Wajah Cito terlihat murung, namun Cito sadar bahwa Ayahnya telah berjuang untuknya. Kini Cito sadar, Cito harus mandiri dan berjuang sendiri untuk membuat jaring-jaring di dekat buah apel. Akhirnya Cito memanjat pohon ditemani Ibu. Hanya saja Ibu memanjat pohon yang berbeda. Agar Cito semakin bersemangat lagi untuk belajar mandiri membuat jaring-jaringnya sendiri.

***
"Arkaan ga mau ngerepotin Bunda deh, nanti Bunda cape" kata Arkaan.
" Qila bantu bunda aja ya" sambung Qila.

Begitulah anak-anak, ia akan berproses dan berpikir. Dari dongeng menghantarkan anak-anak untuk paham dan menanamkan pesan moral tanpa menggurui.

#Tantangan10Hari
#Level10
#KuliahBunsayIIP
#GrabYourImagination

#ODOPfor99days

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saksi Sebuah Pohon

Ingin Membuat Konten yang Menarik? Yuk, Jalan-Jalan ke Yogyakarta

Motivasi, Tujuan dan Mimpiku