Desaku

Jika pulang kampung, aku selalu ingat bahwa di tanah kelahiranku, sebuah desa di dekat kaki Gunung Ciremai, Kuningan adalah tempat segala kenangan masa kecil terjadi.
Aku masih ingat bagiamana waktu itu, aku masih kelas 2 SD, menikmati bermain di sungai, airnya masih jernih. Suasana Pancalang di tahun 1994. Langkah kaki kecilku selalu senang ketika berangkat dan pulang sekolah melewati pematang sawah. Sambil menjaga keseimbangan, aku melihat ke kanan dan ke kiri sawah nan hijau, terkadang masih berupa kubangan kolam cokelat yang sedang di bajak kerbau. 

Di sebuah desa aku tumbuh menjadi anak yang bahagia. Aku masih sering melihat pemandangan para ibu mencuci pakaian di sungai, melihat para bapak memancing berjejer di sepanjang sungai. Kini di tahun 2018 aku tak pernah menemukan suasana itu lagi. Seakan semua hilang dimakan waktu.

Kembali ke tahun 1994, desaku saat itu masih belum di aspal. Aku pun masih sering melihat kambing makan rumput di lapangan desa. Masih melihat kerbau mandi di sungai setiap sore. Dan masih sering melihat orang-orang berjalan kaki. Kini sudah jarang. Desaku seakan menjadi kota, orang desa sekarang lebih suka naik motor, lebih praktis katanya. Dulu, aku masih bisa menghirup udara sepuasanya tanpa polusi, kini kendaraan bertambah banyak. Polusi di desa pun semakin meningkat.

Dulu, saat malam kami anak-anak biasanya sering berkumpul dan bermain bersama menikmati langit malam tanpa hujan. Sekarang anak-anak sekarang lebih suka diam di rumah dan bermain gawai.

Desa kelahiranku adalah desa tempat Ayah dikebumikan, aku masih ingat dengan jelas wajahnya. Saat dimasukkan kedalam liang lahat. Agar kita bisa mengenang apa yang terjadi di tahun itu. Kini desaku memang tak seperti dulu lagi namun segala kenangan indah masih teringat baik dan tersimpan rapi.

#30DWC
#30DWC12
#Day26

#ODOPfor99days

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saksi Sebuah Pohon

Ingin Membuat Konten yang Menarik? Yuk, Jalan-Jalan ke Yogyakarta

Motivasi, Tujuan dan Mimpiku