Kematian Instan

Saat melihat foto bertebaran dimana-mana atas kejadian hari ini. Saya terdiam dan bertanya padamu. "Bu, apa yang telah engkau lakukan bu? Apa pikiranmu kala itu saat berniat dan melangkahkan kaki?" Ok, saya tahu, kamu begitu pasti suamimu yang mendaulat untuk melakukan hal tersebut. Tanpa basa basi, kamu manut saja ya bu, sebagai istri. Saya juga begitu, sama, kita manut kalau didaulat suami.

Saya sedih bu, melihat wajah anak-anakmu dimana-mana. Saya sedih bu, melihat facebookmu yang berisi foto anak-anakmu. Umur meraka adalah umur bermain. Otak meraka hanya penuh dengan permainan dan kebahagiaan. Mereka tak mengerti apa yang kamu lakukan bu. Apa yang bapaknya lakukan. Mereka belum mengerti. Wajah polos dua anak perempuan yang ada di media sosial terpajang dimana-mana. Stop cukup! Mungkin jika mereka mampu memilih mereka memilih untuk tak lahir dari rahimmu bu. Namun, mereka tak mampu memilih. Mereka menurut saja garis takdir Tuhan. Hari itu pun mereka tak memikirkan akan melakukan hal sesadis itu. Mereka pikir, mereka akan diajak bermain mengunjungi tempat ibadah lain. Kenapa engkau punya keberanian sebegitu hebat bu? Apa yang engkau pikirkan saat itu bu? Apa? Surga?

Karena kematianmu dan keluargamu dengan cara keji seperti itu, para umat islam dituduh teroris. Agama yang bukan Islam tentu merasa kecewa kepada Islam. Kamu dimana bu? Ya, harusnya kamu jangan mati dulu, harusnya kamu selamat. Agar kamu menyaksikan para korban atas kekejianmu. Menyaksikan duka lara. Ah, kamu enak sekali memilih usai. Meskipun nantinya di alam sana kamu diminta pertanggungjawaban. Seharusnya di dunia ini kamu bertanggungjawab dahulu. Saksikan dahulu semua ini bu. Jangan usai.

Tapi apa daya, itu pilihanmu Bu. Dan kau siap menjemput kematian dengan cara keji. Yang dalam kacamata keluargamu itu cara kalian menuju surga. Iya kan? Terlalu sederhana. Apakah itu jalan surga? Semudah itukah masuk surga? Sayangnya kau sudah tiada Bu. Lalu kepada siapa saya ajukan pertanyaan ini?

Diantara banyak pilihan dalam hidup, manusia memilih jalan instan menuju surga. Diantara banyak pilihan dalam hidup manusia merasa sangat benar dengan apa yang ia jalani dan ia pilih. Diantara pilihan hidup. Manusia memilih mati dengan caranya sendiri. Berharap Tuhan sudah mendukung apa yang ia pilih. Tanpa sadar bahwa hal tersebut adalah sebuah kesesatan yang nyata.

Jika saja saya pernah mengenalmu Bu, ingin rasanya saya berbincang. Bukan bicara tentang agama, bukan bicara surga atau neraka. Mari kita bicara tentang anak-anak, tentang kehidupan mereka. Mereka yang telah dititipkam Tuhan kepada kita. Mereka yang wajahnya masih lugu. Mereka yang seharusnya kita lindungi, kita jaga dan kita berikan yang terbaik, bukan memberikan kematian instan. Lihat mereka Bu, mereka menjalani hari sesuai takdir Tuhan dan pilihan yang engkau buat untuk mereka. Dan hari itu mereka ikhlas menerima takdir. Menemanimu melakukan hal yang mereka tak pernah memikirkan sebelumnya. Sungguh engkau berani sekali Bu, entah kekuatan darimana yang kau bawa itu. Entah pikiran apa yang kau yakini itu. Suamimu bilang apa? Bagaimana caranya hingga kejadian itu bisa terjadi? Satu keluarga memilih kematian instan.

Ya, saya bisa merasakan, surga menjadi alasan utama untuk melakukannya. Surga yang mana? Surga yang kau jemput dengan kematian instanmu? Tidakkah kau berpikir Ramadhan akan tiba. Tidakkah kau sejenak meletakkan emosimu dalam bulan suci? Kenapa memilih sekarang? Kenapa kau tidak mencoba jalan damai? Andai mereka para korban bisa memilih, mereka tak akan memilih hari itu untuk datang Bu. Tapi mereka, para korban memilih datang dan kau siap mencabut nyawa mereka dengan caramu. Dan kau siap pula mencabut nyawamu sendiri. Selesai.

#30DWC
#30DWC13
#squad2
#DAY9

#ODOPfor99days

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saksi Sebuah Pohon

Ingin Membuat Konten yang Menarik? Yuk, Jalan-Jalan ke Yogyakarta

Motivasi, Tujuan dan Mimpiku